Minggu, 19 Desember 2010

Menelusuri Jejak Sejarah di Bengkulu

Akhir pekan lalu, bersama rombongan wartawan dari Kemenkominfo, Koran Jakarta berkesempatan menjelajah kota yang memiliki catatan dan peninggalan sejarah masa lampau ini.

Diawali dari sebuah benteng tua peninggalan Inggris saat menguasai perdagangan lada di Bengkulu.

Inilah benteng Marlborough atau disebut Fort Marlborough. Terletak tidak jauh dari pusat Kota Bengkulu, yakni di Kampung Cina, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu.

Dari Bandar Udara Fatmawati Soekarno jaraknya hanya sekitar 12 km arah utara Kota Bengkulu.

Benteng ini berdiri kokoh di tepian Samudra Hindia di atas bukit dengan ketinggian sekitar 8,5 meter di atas permukaan laut.

Lokasi benteng yang dikelilingi parit buatan ini seolah memunggungi Samudra Hindia.

Dari atas sudut benteng inilah kita bisa menikmati pemandangan berupa hamparan laut lepas di sepanjang pantai Tapak Padri yang terhubung dengan deretan Pantai Panjang Bengkulu.

Benteng Marlborough merupakan benteng batu-bata. Dinding benteng cukup tebal, yakni sekitar 1,25 meter dengan material batu bata serta batu kali yang sangat kokoh.

Maklumlah, peruntukan benteng ini dibangun untuk pertahanan dari serangan musuh kala itu.

Pintu benteng terbuat dari besi tebal yang dilengkapi jeruji besi. Jika diamati dari atas, benteng ini berdenah mirip kura-kura.

Bagian badan kura-kura sebagai benteng, sedangkan bagian kepala kurakura merupakan pintu masuk ke benteng.

Melewati gerbang pertama, kita akan melihat empat batu nisan besar. Dua di antaranya, tugu peringatan bagi Thomas Shaw yang meninggal pada 1704, dan deputi Gubernur Richard Watts yang meninggal pada 1705.

Dua prasasti lainnya, satu di antaranya untuk menghormati Kapten Thomas Cuney, seorang perwira yang terlibat pendirian benteng.

Prasasti keempat diperuntukan bagi Henry Stirling pegawai sipil East India Company (EIC) yang meninggal pada 1744.

Di daerah lingkaran benteng, dekat gerbang luar, terdapat tiga makam. Pertama, makam Residen Thomas Parr yang mati dibunuh pada 23 Desember 1807.

Di sebelahnya dimakamkan pegawainya, Charles Murray, yang berusaha menyelamatkan Parr, namun terluka dan meninggal.

Di bagian benteng bagian barat, di sebelah kiri dan kanan, terdapat lorong yang dulunya digunakan sebagai tempat tahanan maupun barak militer.

Dinding ruangan tersebut dari pasangan batu kali, batu karang, dan bata yang sangat kokoh.

Kini di bekas penjara tersebut, bisa disaksikan deretan foto yang menceritakan sejarah Bengkulu.

Di samping ruangan terdapat ruangan yang terletak di bawah kaki kura-kura, yaitu ruangan penjara bawah tanah yang terdiri dari tiga ruangan yang keadaannya sangat gelap.

Juga kantor yang dulunya digunakan para pegawai EIC. Pada setiap sisi kaki kura-kura bagian atas, terdapat meriam yang mengarah ke laut.

Memasuki area benteng, kita akan menemukan lapangan utama benteng, yakni berupa area terbuka dengan beberapa taman dan bekasbekas meriam.

Dulunya, lapangan ini digunakan untuk kegiatan upacara maupun apel pagi bagi karyawan, staf, atau penyambutan tamu, atau bahkan pesta upacara pernikahan orang-orang Belanda.

Benteng yang disebut-sebut sebagai yang terbesar Inggris di kawasan timur, setelah benteng St George di Madras India ini, dulunya memiliki menara pengawas yang digunakan untuk memantau Pulau Tikus, tempat pos sinyal.

Dari pos di Pulau Tikus inilah, akan dikirimkan kabar ke benteng, jika ada kapal yang masuk ke perairan Bengkulu.

Kediaman Soekarno

Bergeser ke arah timur dari benteng Malborough, yakni di Jalan Soekarno Hatta, Kota Bengkulu, jejak sejarah lain yang bisa ditemui adalah rumah kediaman bekas Presiden Indonesia Pertama, Soekarno.

Letaknya sangat dekat dari simpang lima yang merupakan pusat Kota Bengkulu.

Rumah ini merupakan saksi sejarah aktivitas Soekarno, selama menjalani masa pengasingan dari 1938 sampai 1942.

Rumah tersebut cukup luas dengan ukuran 9 x 18 meter ditambah halaman yang luas pula.

Dulunya, rumah ini milik seorang saudagar Cina, Tjang Tjeng Kwat, sehingga tak aneh jika ornamen dalam rumah tersebut, seperti ukir-ukiran pada lubang angin pada bagian jendela maupun pintu bergaya China.

Rumah kediamaan Bung Karno ini terdiri dari dua kamar tidur, ruang tamu, termasuk ruang kerja Soekarno, dan bagian belakang yang digunakan untuk tempat makan, serta ruang beranda depan tempat Soekarno sering duduk bersama istrinya, Fatmawati.

Sejumlah koleksi yang bisa dilihat di rumah kediaman Soekarno ini adalah koleksi buku-buku Soekarno.

Umumnya, buku-buku yang ada berbahasa Belanda dan disusun dalam lemari kayu.

Koleksi baju untuk kepentingan sandiwara yang dibentuk Soekarno, termasuk sepeda ontel yang kerap digunakan Bung Karno untuk berkeliling Kota Bengkulu, juga terpajang di rumah tersebut.

Di area belakang rumah terdapat sebuah sumur tua. Banyak dari pengunjung yang sengaja membasuh muka atau sekedar berwudhu dengan air sumur ini.

Diyakini, air sumur ini konon akan bisa mengabulkan keinginan kita.

Jejak mantan presien pertama di Kota Bengkulu lainnya adalah sebuah masjid tua, yakni masjid Jamik Bengkulu yang juga masih berada di pusat Kota Bengkulu,dan tidak terlalu jauh dari rumah kediaman Soekarno.

Masjid ini merupakan masjid yang dirancang atau diarsiteki oleh Soekarno sendiri selama menjalani masa pengungsian di Bengkulu.

Masjid ini memiliki gaya arsitektur campuran antara Inggris, Belanda, dan Melayu. Masjid ini telah ditetapkan sebagai bagian dari cagar budaya di Kota Bengkulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar