Selasa, 23 November 2010

Tugas Softskill

1. Jelaskan tentang Kredibilitas, Profesionalisme, Kepercayaan dan Kualitas Jasa ?

 Kredibilitas
Kredibilitas adalah alasan yang masuk akal untuk bisa dipercayai. Seorang yang memiliki kredibilitas berarti dapat dipercayai, dalam arti kita bisa memercayai karakter dan kemampuannya. Sokrates mengatakan, "Kunci utama untuk kejayaan adalah membuat apa yang nampak dari diri kita menjadi kenyataan." Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan.
Kredibilitas terbentuk berdasarkan beberapa kejadian sehingga terakumulasi membentuk suatu rangkuman analisa terhadap diri seseorang atau individu. Kredibilitas ini tidak mengenal pangkat, jabatan, status seseorang dan lain sebagainya.
 Profesionalisme
Profesionalisme adalah komitmen para profesional terhadap profesinya. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan kebanggaan dirinya sebagai tenaga profesional, usaha terus-menerus untuk mengembangkan kemampuan profesional. “Profesionalisme” itu sendiri berasal dari kata “profesi”. Jadi, berbicara tentang profesionalisme tentu mengacu pada pengertian profesi, sebagai suatu bidang pekerjaan.
 Kualitas Jasa
Pengertian Kualitas Jasa menurut M. Arief (2005 :118) : “Upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian utuk mengimbangi harapan konsumen.

 Kepercayaan
Kepercayaan dalam bahasa inggrisnya dinamakan "trust or believe" ini merupakan suatu bentuk nyata dalam kehidupan dimana menjadi berharga dari intan berlian sekalipun. Agama pun mengajarkan pentingnya kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa atau Allah SWT. Ini esensi penting dalam beragama karena tanpa ini maka keimanan seseorang diragukan. Orang yang tidak mempercayai Tuhan adalah atheis. Kepercayaan dalam bisnis sangat penting karena tanpa kepercayaan sulit bisnis dapat dijalankan dengan baik. Apabila ada seseorang datang kepada kita untuk meminjam sejumlah uang yang menutupi utang-utang bisnisnya lantas kita mempercayai begitu saja hanya dengan modal kepercayaan bahwa seseorang tersebut dapat mengembalikan uang kita dikemudian hari

2. Beberapa contoh penerapan moral dalam dunia bisnis sebagai berikut

 Pariwisata merupakan salah satu penghasil devisa non migas terbesar di Indonesia. Dalam kegiatannya, pariwisata melibatkan banyak komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, seperti:jasa pelayanan wisata, social, ekonomi, budaya, politik, keamanan, dan lingkungan. Aktvitas pariwisata secara tidak langsung melibatkan kehidupan social baik itu masyarakat sebagai pengunjung (visitor) dan wisatawan (tourist) maupun penyedia objek pariwisata dan penerima wisatawan. Hubungan social masyarakat ini sangat berpengaruh pada perkembangan kepariwisataan. Semakin erat dan harmonis hubungan antara wisatawan dengan masyarakat penerima di daerah tujuan wisatawan, maka semakin cepat perkembangan pariwisatanya. Dengan kegiatan ini masyarakat dapat berinteraksi dan bertransaksi dalam berbagai hal antara satu dengan yang lainnya sehingga terjalin hubungan yang sinergis dan saling meuntungkan antara wisatawan dan penerima wisatawan yang dapat meningkatkan perumbuhan ekonomi dan taraf hidup serta kesejahterahan masyarakat. Masyarakat penerima wisatawan dapat terlibat secara langsung dan aktif dalam dunia pariwisata misalnya sebagai karyawan sementara atau tetap di industri penyedia jasa pelayanan pariwisata seperti: biro perjalanan wisata (travel agency), hotel, villa, bungalow, restoran, transportasi dan lain sebagainya.
Karakter utama atau cirri khas pariwisata adalah perjalanan (travel) dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan tersebut belum tentu dengan tujuan menginap, tetapi dilakukan untuk tujuan bersenang-senang, mencari hiburan, dan berekreasi. Perjalanan wisata tersebut akan mengakibatkan daerah tujuan wisata baik masyarakat maupun lingkungan terlibat secara langsung yang biasanya meningkatkan produktifitas dan pendapatan masyarakat local (host community).
Pariwisata adalah suatu ilmu yang memiliki dan memenuhi karakteristik sebagai suatu ilmu. Dalam kaitannya dengan pariwisata sebagai ilmu, dapat pula dilihat dari dua sudut pandang objek yaitu:sudut pandang terhadap sesuatu (objek forma) dan subtansi material (objek materi). Kajian ilmu pariwisata dapat dipandang dari materinya yaitu wisatawan dan objek wisata. Kedua objek dari pariwisata ini berkaitan dan berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Secara lengkap dapat digambarkan bahwa ilmu pariwisata terdiri dari empat objek yaitu:wisatawan, objek wisata, pelayanan wisata, dan interaksi antara wisatawan dengan lingkungan objek wisata. Interaksi antara wisatawan, objek wisata dan pelayanan mrupak objek prima dari ilmu pariwisata.
Interaksi antara wisatawan dengan objek wisata yang merupakan objek forma dari ilmu pariwisata dapat dikaji lebih lanjut dengan lingkup kajian motif dan perilaku seperti: mengapa wisatawan mengunjungi objek wisata tersebut?, apa yang memotifasi wiasatawan untuk mengunjungi obvjek wisata tersebut?, dan apa yang dapat dilakukan di objek wisata tersebut?.Ini menandakan ilmu pariwisata harus meminjam pengetahuan ilmiah lain seperti ilmu psikologi atau ilmu-ilmu lain yang terkait dengan pembahasan tentang perilaku wisatawan tersebut diatas. Sedangkan objek wisata yang merupakan objek materi dari ilmu pariwisata ternyata juga melibatkan disiplin ilmu lainnya seperti: ekonomi, manajemen, pemasaran, geografi, konstruksi dan lain-lain.Uraian singkat diatas menguatkan bahwa pariwisata adalah ilmu. Ilmu kepariwisataan merupakan salah satu cabang dari ilmu-ilmu social yang bersifat deskriftif (descriptive), teoritis (theoretical), dan praktis (practical) yang mempelajari tentang gejala dan kaitan secara menyeluruh tentang motivasi berwisata, perjalanan wisatawan, dan interaksi-interaksinya yang berdampak pada kehidupan social, ekonomi, dan budaya masyarakat serta etika yang berkembang dalam ruang lingkup pariwisata.

 Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.



3.Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar
pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah
besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan
kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah
untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
2. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana
apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum",
baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan
"kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan
"gugur" satu semi satu.
3. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang
telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar